Loader

Artikel

Relevansi Kurikulum Merdeka di SMK

Pendahuluan

Kurikulum Merdeka (KM) diperkenalkan sebagai respons terhadap kebutuhan pembelajaran yang lebih fleksibel, berpusat pada murid, dan relevan dengan tantangan abad ke-21. Bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang tugas utamanya mempersiapkan lulusan siap kerja, relevansi kurikulum menjadi persoalan sentral: apakah KM benar-benar menjembatani jurang antara pendidikan vokasi dan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI)? Tulisan ini mengurai dasar kebijakan, fitur inti, relevansi praktis untuk SMK, temuan implementasi, hambatan, dan rekomendasi kebijakan serta praktis agar KM dapat menguatkan peran SMK sebagai penyedia tenaga kerja terampil dan adaptif. (Analisis ini memadukan dokumen kebijakan, kajian akademik, dan praktik di lapangan).

Perubahan cepat teknologi, transformasi proses produksi (otomasi, digitalisasi), dan pola kerja yang makin fleksibel menuntut kompetensi yang bukan hanya teknis tetapi juga metakognitif — kemampuan belajar mandiri, problem solving, kolaborasi, dan keterampilan digital. Di sisi lain, pendidikan vokasi di Indonesia kerap dikritik karena: (1) konten pembelajaran yang ketinggalan perkembangan industri, (2) keterbatasan fasilitas dan pelatihan guru, (3) keterputusan antara sekolah dan DUDI, serta (4) penekanan pada penguasaan teori yang kurang dikaitkan praktik industri. Dalam konteks ini, gagasan Kurikulum Merdeka yang memberi kelonggaran pada satuan pendidikan untuk menyesuaikan muatan pembelajaran dianggap menawarkan peluang memperbaiki relevansi tersebut. 

Landasan hukum dan arah kebijakan (ringkasan)

Secara formal, Kurikulum Merdeka diperkuat oleh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) yang mengatur kerangka kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peraturan ini menegaskan KM sebagai kerangka yang memberi ruang bagi satuan pendidikan untuk merumuskan muatan lokal, pola pembelajaran yang lebih ramping, dan mekanisme asesmen yang menekankan capaian pembelajaran esensial. Dokumen kebijakan menyatakan bahwa kurikulum dirancang agar guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang lebih berpusat pada murid serta memberi waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi mendalam. 

Ciri utama Kurikulum Merdeka yang relevan untuk SMK

Dalam praktik dan pedoman resmi, sejumlah fitur KM relevan bagi SMK:

  • Fleksibilitas struktur dan muatan: Sekolah dapat menyesuaikan muatan pembelajaran (termasuk muatan produktif dan muatan lokal) agar sesuai kebutuhan wilayah dan mitra industri. Untuk SMK, ini berarti materi kompetensi kejuruan bisa disinergikan dengan kebutuhan DUDI setempat. 
  • Pelonggaran beban materi (ramping): Dengan mengurangi pembebanan materi yang tidak esensial, guru dapat memberi ruang proyek mendalam, praktik industri, dan pengembangan portofolio siswa — hal yang penting untuk kompetensi vokasional. 
  • Pendekatan berbasis proyek dan mendalam (deep learning): KM mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), magang yang bermakna, dan asesmen otentik — metode yang cocok menguatkan keterampilan praktik SMK. 
  • Penekanan pada capaian pembelajaran (learning outcomes): Alih-alih menimbang jam pelajaran semata, KM menekankan capaian kompetensi yang dapat diukur — memudahkan perumusan standar kompetensi yang relevan untuk produktif SMK. 
  • Penguatan muatan lokal dan kolaborasi DUDI: Perangkat kebijakan memberi ruang pemerintah daerah dan sekolah untuk menetapkan muatan lokal dan menjalin kemitraan industri yang konkret. Untuk SMK, hal ini membuka peluang sinkronisasi antara profil lulusan dan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. 

Kelima ciri di atas adalah landasan teoretis yang menjadikan KM sebagai peluang — tetapi peluang tersebut tidak secara otomatis berubah menjadi praktik efektif tanpa sinergi kebijakan, pelatihan guru, dan dukungan infrastruktur.

 

Relevansi praktis Kurikulum Merdeka untuk tujuan SMK

Untuk menjawab apakah KM relevan, kita harus melihat kecocokan antara tujuan SMK (lulusan siap kerja, berjiwa kewirausahaan, dan mampu beradaptasi) dengan mekanisme yang ditawarkan KM.

Kurikulum Merdeka memungkinkan SMK menata komponen kurikulum produktif agar selaras dengan standar kompetensi industri: silabus dapat disesuaikan, kegiatan praktik diperluas, dan program magang/industrial placement diperkaya. Sekolah yang melakukan ini dapat meningkatkan keterlampiran lulusan ke dunia kerja karena kompetensi yang mereka miliki menjadi relevan dan teruji oleh praktik industri. Praktik sekolah pionir dan SMK Pusat Keunggulan menunjukkan bahwa ketika kurikulum diorientasikan ke kebutuhan industri, peluang penyerapan lulusan meningkat.

SMK tidak hanya memproduksi tenaga teknis; kebutuhan saat ini menuntut kemampuan komunikasi, kolaborasi tim, beradaptasi, dan literasi digital. Model pembelajaran proyek dan asesmen otentik pada KM membuka ruang untuk memadukan pengembangan soft skills ke dalam praktik kejuruan — misalnya melalui proyek layanan nyata untuk mitra industri atau pengembangan produk nyata. Dokumentasi KM merekomendasikan fokus pada pengembangan karakter dan kompetensi mendalam, yang sejalan dengan kebutuhan ini. 

Dengan fleksibilitas muatan lokal, SMK dapat mengembangkan kompetensi terkait potensi lokal (mis. agroindustri, pariwisata, ekonomi kreatif). Ini memungkinkan lulusan tidak hanya mencari kerja tetapi menciptakan usaha lokal berbasis modal keterampilan yang relevan.

Strategi penguatan agar KM efektif di SMK (rekomendasi kebijakan & praktik)

Agar KM benar-benar relevan dan berdampak pada kualitas lulusan SMK, diperlukan rangkaian intervensi terintegrasi. Berikut rekomendasi yang bersifat praktis dan kebijakan:

Penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah

Program pelatihan berkelanjutan (in-service training) fokus pada pedagogi vokasi modern: PBL (Project-Based Learning), penilaian otentik, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, dan manajemen kemitraan industri. Program ini sebaiknya kolaboratif dengan Lembaga Pelatihan Kerja (BLK), asosiasi profesi, dan universitas vokasi untuk transfer teknologi dan pedagogi.

Pendanaan terarah untuk fasilitas praktik

Pemerintah daerah dan pusat perlu mengalokasikan dana khusus upgrade laboratorium dan peralatan praktik sesuai profil jurusan prioritas lokal. Skema matching fund dengan industri bisa menjadi solusi untuk mempercepat modernisasi fasilitas.

Model kemitraan SMK–DUDI yang sistemik

Bentuk standard operating partnership agreements (SOP), termasuk kurikulum ko-kurikuler yang dikembangkan bersama industri, penjaminan mutu magang, dan mekanisme sertifikasi kompetensi bersama. SMK Pusat Keunggulan dapat menjadi model percontohan yang distandarisasi untuk direplikasi.

Penguatan asesmen berbasis capaian

Implementasi asesmen yang lebih menekankan portofolio, demonstrasi praktik, dan penilaian kinerja (performance assessment) untuk kompetensi vokasional. Ini memerlukan rubrik yang jelas dan pelatihan penilaian untuk guru/assessor.

Pemanfaatan muatan lokal dan kewirausahaan

Sekolah harus diberi ruang (dan pendampingan) mengembangkan muatan lokal yang menumbuhkan keterampilan kewirausahaan sesuai potensi daerah — misal pengolahan hasil pertanian, UMKM kreatif, atau layanan pariwisata.

Fokus pada keadilan implementasi

Program perlu diiringi kebijakan kompensasi untuk SMK di daerah kurang beruntung agar tidak tertinggal (mis. dana afirmasi, program mentor industri virtual, dan sharing fasilitas melalui pusat resource daerah).

 

Indikator keberhasilan: bagaimana menilai relevansi KM di SMK?

Relevansi tidak hanya diukur dari dokumen kurikulum tetapi dari hasil nyata. Indikator yang disarankan:

  • Tingkat penyerapan lulusan oleh industri (dalam 6–12 bulan setelah lulus) dan proporsi lulusan yang bekerja di bidang terkait kompetensi yang dipelajari.
  • Kesesuaian kompetensi menurut survei pemberi kerja (employer satisfaction) — mengukur apakah keahlian lulusan sesuai kebutuhan pekerjaan.
  • Kualitas dan durasi magang (berapa lama, intensitas, adanya penilaian industri).
  • Volume dan kualitas kolaborasi industri (jumlah MoU, proyek bersama, donasi fasilitas).
  • Penggunaan asesmen otentik di sekolah (presentase mata pelajaran/kompetensi yang dinilai lewat portofolio/demonstrasi).
  • Keterlibatan siswa dalam proyek wirausaha/UMKM (jumlah unit usaha hasil pembelajaran yang berjalan).

Penutup

Kurikulum Merdeka bukan obat mujarab yang langsung menyelesaikan semua masalah pendidikan vokasi, tetapi ia memberi peta jalan yang fleksibel dan relevan. Untuk SMK — lembaga yang paling dekat dengan kebutuhan tenaga kerja — KM membuka peluang besar untuk memperkuat link-and-match bila diikuti langkah-langkah implementasi yang serius: pelatihan guru, kerjasama industri, investasi fasilitas, dan sistem penilaian yang berorientasi pada kinerja nyata. Dengan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah, guru, dan industri, KM dapat mentransformasikan SMK dari sekadar penyedia ijazah menjadi pembentuk tenaga kerja handal yang siap menghadapi dinamika ekonomi masa depan. 

Referensi pilihan (dokumen & studi yang digunakan)