Loader

Artikel

MKCH Muhammadiyah: Kompas Ideologi Gerakan Islam Berkemajuan

Ilustrasi : Sesi Lazismu Kab. Kotim menyampaikan materi di SMK Muhamamdiyah Sampit 

Bagi warga Muhammadiyah, istilah Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) bukanlah hal asing. Dokumen ini bisa disebut sebagai “kompas ideologi” yang menjaga agar langkah Muhammadiyah tidak melenceng dari tujuan awalnya: membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Seiring berkembangnya Muhammadiyah, baik secara horizontal (meluas ke berbagai bidang kehidupan) maupun vertikal (bertambahnya jumlah amal usaha), tantangan yang dihadapi juga makin kompleks. Pada era 1960-an, ketika suasana politik Indonesia sangat dinamis, Muhammadiyah menyadari pentingnya rumusan ideologis yang kokoh agar tidak terombang-ambing oleh pengaruh luar.

Maka pada Sidang Tanwir di Ponorogo tahun 1969, MKCHM dirumuskan untuk pertama kalinya. Dokumen ini kemudian disempurnakan di Yogyakarta pada tahun 1970, dan versi finalnya disahkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tahun 1985.

Sejak saat itu, MKCHM menjadi pegangan penting bagi Muhammadiyah, bukan hanya dalam kehidupan organisasi, tetapi juga dalam kiprah kebangsaan.

Apa sebenarnya isi MKCHM? Secara garis besar, dokumen ini berisi lima butir pokok yang merangkum keyakinan dasar Muhammadiyah. Pertama, Islam sebagai agama universal.Pada butir pertama dan kedua, Muhammadiyah meyakini Islam adalah agama wahyu Allah yang diturunkan kepada para nabi sejak Adam hingga Muhammad saw. Islam hadir sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, berlaku sepanjang masa, dan menjawab kebutuhan hidup duniawi maupun ukhrawi.

Kedua, Sumber ajaran Muhammadiyah. Hal ini tertuang pada butir ketiga yang menyatakan bahwa, pegangan Muhammadiyah dalam beragama adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dipahami dengan akal sehat sesuai tuntunan Islam. Artinya, Muhammadiyah mendorong umat Islam untuk beragama dengan dalil, bukan sekadar ikut-ikutan tradisi atau budaya yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Ketiga, Empat bidang utama ajaran Islam. Pada butir keempat, Muhammadiyah bekerja keras agar ajaran Islam terwujud dalam empat bidang: 1) Aqidah: memurnikan tauhid, bebas dari syirik, bid‘ah, dan khurafat. 2) Akhlak: meneladani nilai-nilai mulia dari Al-Qur’an dan Sunnah, bukan ciptaan manusia semata. 3) Ibadah: dilaksanakan sebagaimana dicontohkan Rasulullah, tanpa tambahan maupun pengurangan. 4) Muamalah duniawiyah: mengelola urusan dunia, seperti pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi, sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.

Keempat, Komitmen kebangsaan. Hal ini tertuang dalam butir kelima, dimana Muhammadiyah mengajak bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bersama: menjadikan negeri ini adil, makmur, dan diridhai Allah, atau dalam istilah Qur’ani, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Lewat MKCHM, Muhammadiyah menegaskan dirinya bukan sekadar organisasi sosial, melainkan gerakan Islam modern yang punya cita-cita besar. Muhammadiyah memandang Islam sebagai agama yang mendorong perubahan, kemajuan, dan perbaikan hidup umat.

Buktinya bisa kita lihat dari amal usaha Muhammadiyah. Di bidang pendidikan, Muhammadiyah memiliki lebih dari 170 perguruan tinggi, ribuan sekolah dasar dan menengah, bahkan taman kanak-kanak. Di bidang kesehatan, Muhammadiyah mengelola ratusan rumah sakit dan klinik. Semua itu lahir dari semangat muamalah duniawiyah—bahwa mengurus dunia, bila diniatkan karena Allah, juga bagian dari ibadah.

Pendekatan ini membuat Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan yang progresif. Tidak hanya sibuk mengurus ritual keagamaan, tetapi juga hadir nyata memberi solusi bagi masalah umat dan bangsa.

Kini, ketika dunia diwarnai oleh globalisasi, digitalisasi, bahkan krisis identitas, MKCHM tetap relevan. Prinsip kemurnian aqidah, misalnya, mengingatkan umat Islam agar tidak hanyut dalam materialisme atau fanatisme yang membutakan. Sementara semangat muamalah duniawiyah memberi dorongan agar umat Islam terlibat aktif dalam sains, teknologi, dan pembangunan sosial.

Lebih jauh, misi kebangsaan dalam MKCHM menunjukkan bahwa Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Muhammadiyah memandang dasar negara sebagai konsensus bersama yang bisa menjadi wadah ideal bagi umat Islam mengamalkan ajarannya. Inilah kontribusi penting Muhammadiyah: menjaga harmoni antara agama dan negara.

Bagi angkatan muda Muhammadiyah, MKCHM bukanlah dokumen usang. Justru di tengah derasnya arus informasi dan budaya global, MKCHM bisa menjadi pedoman hidup yang membentengi dari kebingungan.

Melalui MKCHM, angkatan muda Muhammadiyah bisa belajar bahwa beragama tidak cukup hanya ritual, tetapi harus diwujudkan dalam amal nyata: menuntut ilmu, berkarya, berorganisasi, hingga membangun bangsa.

Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah adalah warisan ideologis yang terus hidup. Disusun melalui proses panjang, ia berfungsi sebagai kompas yang menjaga Muhammadiyah tetap pada jalurnya sebagai gerakan Islam berkemajuan.

Dengan lima butir pokoknya, MKCHM mengintegrasikan iman, akhlak, ibadah, karya sosial, dan komitmen kebangsaan. Inilah yang membuat Muhammadiyah mampu bertahan lebih dari satu abad, sekaligus tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman.

Ketika dunia berubah begitu cepat, MKCHM hadir sebagai pengingat bahwa kemajuan sejati adalah ketika iman dan amal berjalan seiring, menuju cita-cita besar: masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

 

Rujukan

  1. Muhammadiyah. (1985). Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  2. Haedar Nashir. (2010). Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Modern. Suara Muhammadiyah.
  3. Shihab, M. Quraish. (2007). Membumikan Al-Qur’an. Mizan.
  4. PP Muhammadiyah. (2020). Muhammadiyah dan Tantangan Zaman. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
  5. Suara Muhammadiyah Online. (2023). “MKCH dan Relevansinya dalam Kehidupan Kebangsaan.” https://suaramuhammadiyah.id.

 

Redaksi : Humas