Loader

Artikel

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM): Relevansi, Tantangan, dan Implementasi

Ilustrasi : Acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di SMK Muhamamdiyah Sampit

Pendahuluan

Dalam dinamika sosial, politik, dan budaya yang semakin kompleks, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis berusaha menjaga keutuhan nilai-nilai Islam agar tetap membumi dalam kehidupan sehari-hari warganya. Salah satu upaya penting yang ditempuh adalah dengan lahirnya Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) pada Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Dokumen ini bukan sekadar panduan normatif, melainkan juga strategi untuk menjawab tantangan globalisasi, sekularisasi, dan perubahan orientasi nilai masyarakat Muslim Indonesia.

PHIWM hadir sebagai kompas moral dan spiritual yang berfungsi menuntun perilaku individu maupun kolektif warga Muhammadiyah agar senantiasa menunjukkan keteladanan (uswah hasanah) menuju terwujudnya masyarakat Islam sebenar-benarnya. Artikel ini akan mengulas latar belakang lahirnya PHIWM, sifat dan kerangka utamanya, relevansinya di era kontemporer, serta pandangan tokoh Muhammadiyah mengenai posisinya.

 

Latar Belakang Historis PHIWM

PHIWM lahir dari kebutuhan mendasar akan pedoman yang mampu mengarahkan kehidupan warga Muhammadiyah di tengah derasnya arus perubahan. Sejumlah faktor yang melatari lahirnya dokumen ini antara lain:

  1. Keputusan Muktamar ke-44 (2000, Jakarta), sebagai respon resmi organisasi.
  2. Perubahan sosial-politik nasional pasca reformasi yang membawa kebebasan sekaligus tantangan nilai.
  3. Pengaruh pola pikir abad ke-20 menuju abad ke-21 yang semakin pragmatis, materialistis, hedonistis, dan sekularistis.
  4. Perubahan orientasi nilai dan sikap bermuhammadiyah karena faktor internal maupun eksternal.
  5. Penetrasi budaya global berupa multikulturalisme, globalisasi, hingga gerakan transnasional yang membawa nilai baru.

Dengan latar tersebut, PHIWM tidak hanya bersifat teologis-normatif, tetapi juga sosiologis, karena menempatkan nilai Islam sebagai solusi bagi perubahan zaman.

 

Sifat dan Karakteristik PHIWM

PHIWM disusun dengan mempertimbangkan relevansi, kepraktisan, dan nilai spiritualitas yang tinggi. Beberapa sifat utamanya:

  1. Prinsipil dan normatif, berisi acuan nilai dan norma utama.
  2. Pengayaan, memperluas khazanah pembentukan keluhuran ruhani.
  3. Aktual, terkait langsung dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
  4. Teladan, menjadi panduan moral warga Muhammadiyah.
  5. Ideal dan pokok, dapat menjadi panduan hidup universal.
  6. Rabbani, berlandaskan nilai akhlak Islami yang menumbuhkan kesalehan.
  7. Taisir, mudah dipahami dan diamalkan.

Karakter ini menegaskan bahwa PHIWM bukan kitab hukum rigid, melainkan pedoman hidup yang fleksibel, membumi, dan membimbing.

Relevansi PHIWM di Era Kontemporer

Seiring perkembangan zaman, keberadaan PHIWM semakin menemukan signifikansinya. Beberapa relevansi penting dapat diuraikan:

  1. Menjawab Krisis Moral Sosial, Fenomena korupsi, konsumerisme, dan degradasi moral di Indonesia menjadi tantangan serius. PHIWM dengan nilai kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial hadir sebagai tawaran solusi moral.
  2. Menguatkan Identitas Keislaman dalam Globalisasi, Penetrasi budaya global sering kali mengikis nilai-nilai religius. PHIWM menjadi filter sekaligus pemandu agar warga Muhammadiyah mampu berinteraksi dengan modernitas tanpa kehilangan jati diri Islam.
  3. Mengarahkan Gerakan Sosial-Politik Muhammadiyah, Sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, PHIWM memberi pijakan etis agar Muhammadiyah tetap istiqamah, tidak terjebak pragmatisme politik.
  4. Panduan Pendidikan dan Kaderisasi, Di sekolah, pesantren, dan universitas Muhammadiyah, PHIWM dapat dijadikan materi pembelajaran karakter dan etika keislaman yang aplikatif.

Data riset Lembaga Survey Indonesia (2023) menunjukkan bahwa 65% generasi muda Muslim Indonesia terpapar budaya global digital tanpa filter nilai Islam. Hal ini menunjukkan urgensi penguatan pedoman moral seperti PHIWM untuk generasi milenial dan Gen-Z Muhammadiyah.

 

Pandangan Tokoh Muhammadiyah tentang Posisi PHIWM

Sejumlah tokoh Muhammadiyah menekankan pentingnya PHIWM dalam menjaga marwah gerakan:

  1. Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah) pernah menegaskan bahwa PHIWM adalah “ruh gerakan” yang harus dihidupkan dalam setiap lini kehidupan. Menurutnya, tanpa PHIWM, Muhammadiyah hanya akan menjadi organisasi formal tanpa kekuatan spiritual dan moral.
  2. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) menyebut PHIWM sebagai living guidance, bukan sekadar dokumen. Artinya, PHIWM harus diamalkan secara praksis, bukan hanya dibaca atau disimpan.
  3. Ahmad Najib Burhani, peneliti senior LIPI, menilai PHIWM menjadi distingsi Muhammadiyah dibanding organisasi Islam lain. Ia menyebutnya sebagai framework of values yang menjaga keseimbangan antara purifikasi akidah dan respons terhadap modernitas.

Tanggapan tokoh-tokoh ini memperkuat bahwa posisi PHIWM bukan hanya panduan internal, tetapi juga representasi wajah Islam berkemajuan yang ditawarkan Muhammadiyah bagi bangsa.

 

Implementasi dan Tantangan

Meskipun ideal, implementasi PHIWM menghadapi sejumlah tantangan:

  1. Kurangnya sosialisasi dan internalisasi di kalangan warga Muhammadiyah, terutama generasi muda. Banyak yang belum mengenal isi PHIWM secara mendalam.
  2. Arus budaya digital yang serba cepat dan instan membuat pedoman normatif sering kali dianggap kaku.
  3. Perbedaan tingkat pemahaman antar wilayah, terutama antara warga Muhammadiyah di perkotaan dan pedesaan.

Untuk itu, beberapa strategi implementasi perlu digencarkan:

  1. Menjadikan PHIWM sebagai materi wajib dalam perkaderan (Darul Arqam, Baitul Arqam, hingga pelatihan guru dan dosen Muhammadiyah).
  2. Mengemas nilai PHIWM dalam media digital (podcast, video pendek, aplikasi e-learning).
  3. Mengintegrasikan PHIWM dalam kurikulum sekolah Muhammadiyah sebagai basis pendidikan karakter.

 

Kesimpulan

PHIWM lahir sebagai jawaban Muhammadiyah atas tantangan perubahan zaman yang membawa arus sekularisasi, globalisasi, dan hedonisme. Dengan sifatnya yang prinsipil, aktual, rabbani, sekaligus mudah diamalkan, PHIWM tetap relevan sebagai panduan hidup Islami bagi warga Muhammadiyah.

Pandangan para tokoh Muhammadiyah menegaskan bahwa posisi PHIWM adalah fondasi moral dan spiritual organisasi. Namun, tantangan implementasi di era digital menuntut kreativitas baru dalam sosialisasi dan internalisasi. Dengan demikian, revitalisasi PHIWM menjadi keharusan agar ia tidak sekadar dokumen normatif, tetapi benar-benar menjadi pedoman hidup nyata warga Muhammadiyah menuju terwujudnya masyarakat Islam sebenar-benarnya.

 

Daftar Rujukan

  1. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Keputusan Muktamar ke-44, Jakarta, 2000.
  2. Haedar Nashir. Islam Berkemajuan: Dari Muhammadiyah untuk Indonesia dan Dunia. Suara Muhammadiyah, 2015.
  3. Syamsul Anwar. Fiqh dan Perubahan Sosial. Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, 2018.
  4. Ahmad Najib Burhani. Muhammadiyah Jawa. ISEAS Publishing, 2021.
  5. Lembaga Survey Indonesia. Laporan Survei Perilaku Keagamaan Generasi Muda Muslim Indonesia, 2023.

 

Redaksi : Humas